Pramaditya Wicaksono, Guru Besar Termuda UGM pada Usia 35 Tahun

Pramaditya Wicaksono, guru besar termuda UGM pada usia 35 tahun. (ugm.ac.id)
Bagikan

Gelar profesor atau guru besar di sebuah perguruan tinggi umumnya baru bisa diraih seseorang saat usianya sudah senja atau memasuki masa pensiun.

Namun tidak demikian halnya dengan Pramaditya Wicaksono. Dia berhasil menjadi guru besar dalam usia muda. Bahkan Prama, demikian dia akrab disapa, mencatatkan namanya dalam sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai guru besar termuda di usia 35 tahun 11 bulan.

Prama menjadi guru besar bidang Penginderaan Jauh Biodiversitas Pesisir di Fakultas Geografi UGM terhitung mulai tanggal 1 Juni 2023. Dia menjadi guru besar termuda dengan memecahkan rekor sebelumnya yang dicapai Prof. Agung Endro Nugroho yang meraih jabatan guru besar di usia 36 tahun 9 bulan.

Jalan karier akademis pria kelahiran Semarang, 6 Juli 1987 ini tergolong unik. Sebab, dia loncat jabatan dari lektor langsung menjadi guru besar tanpa menduduki posisi lektor kepala terlebih dulu.

Bagi Prama, menjadi guru besar di usia muda adalah sebuah anugerah. Dia memang memiliki target khusus bisa mencapai jabatan guru besar di usia muda, namun dia tidak menyangka bisa meriahnya di usianya saat ini.

“Targetnya di usia sebelum 40 tahun bisa jadi guru besar, tetapi tidak pernah menyangka menjadi guru besar termuda di UGM di usia 35 tahun,”ujarnya, dikutip dari laman resmi UGM, Minggu (10/9/2023).

Prama menjelaskan selain karena loncat jabatan, percepatan raihan jabatan guru besar adalah karena dia produktif melakukan penelitian dan publikasi ilmiah. Dia berhasil menerbitkan lima publikasi ilmiah setiap tahunnya.

Hingga kini ada 55 publikasi pada jurnal ilmiah nasional dan internasional bereputasi yang telah dibuatnya. Lalu, menghasilkan 76 tulisan yang diterbitkan dalam prosiding, book chapter, buletin, serta media massa.

“Saya memang senang riset dan menulis, passionnya di situ jadi ya hepi-hepi aja ngejalaninnya. Lalu, saya berusaha fokus pada bidang ilmu yang saya tekuni, sehingga bisa produktif menghasilkan sesuatu untuk bidang keilmuan tersebut,” tutur suami dari Rani Hendriana ini.

Dia pun bisa cepat mencapai jabatan guru besar karena menduduki sejumlah jabatan di fakultas. Saat ini dia menjabat sebagai Ketua Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Departemen Sains Informasi Geografi di Fakultas Geografi UGM.

Jabatan lain di Fakultas Geografi yang diembannya saat ini adalah Koordinator Coastal Biodiversity Remote Sensing Group, Koordinator Blue Carbon Research Group, Pembina Himpunan Mahasiswa Sains Informasi Geografi (HMSaIG), serta Editorial Board of Indonesian Journal of Geography (IJG).

Ayah dari Muhammad Syandanadipa Justice Almortaza tersebut menempuh pendidikan S1 di program studi Kartografi dan Penginderaan jauh di Fakultas Geografi UGM tahun 2004 dan lulus tahun 2008 dengan masa studi 3 tahun 11 bulan.

Setelah lulus sarjana, dia melanjutkan S2 di program studi Geografi dengan minat MPPDAS di Fakultas Geografi UGM pada tahun 2008 dengan memanfaatkan Beasiswa Unggulan Dikti.

Lulus S2, dia mendapatkan tawaran beasiswa doktoral dari program CNRD (Centers for Natural Resources and Development) melalui pendanaan dari DAAD Jerman. Dia lalu mengambil program Doktor Geografi minat Penginderaan Jauh di Fakultas Geografi joint program dengan Cologne University of Applied Sciences, Jerman. B

Komentar

Bagikan