Pemerintah Siapkan Transisi Standardisasi dan Sertifikasi Usaha bagi Pelaku Parekraf

Produk Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM) dari Mandalika. (dok. kemenparekraf.go.id)
Bagikan

Pemerintah tengah menyiapkan transisi untuk standardisasi dan sertifikasi usaha pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) yang lebih baik ke depan.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mempertimbangkan standardisasi dan sertifikasi itu, karena pemerintahan akan segera berakhir pada 20 Oktober 2024.

“Untuk itu, pihaknya tidak ingin hal-hal baik yang dipelajari dan diterapkan saat Covid-19, seperti Sertifikasi CHSE tidak dilanjutkan lagi,” katanya saat hadir Rapat Koordinasi Standardisasi dan Sertifikasi Usaha Wilayah Barat, Novotel, Tangerang, Banten, baru-baru ini.

Kemenparekraf berharap jangan sampai ganti pemerintahan ganti kebijakan, karena keinginan kementerian ini standardisasi menjadi prioritas, karena masih banyak permasalahan di destinasi wisata.

“Banyak sekali di destinasi wisata taman rekreasi ada saja yang kecelakaan, ada juga yang tidak bersih, ada yang masih belum sesuai dengan kaidah kesehatan dan keberlanjutan lingkungan,” ujarnya.

SNI Nomor 9042 atau Sertifikasi CHSE adalah proses pemberian sertifikat kepada Usaha Pariwisata, Destinasi Pariwisata, dan Produk Pariwisata lainnya untuk memberikan jaminan kepada wisatawan atas pelaksanaan Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan yang dilakukan saat pandemi Covid-19.

“Kami ingin standardisasi yang hanya baru 1 persen di seluruh ekosistem pariwisata dan banyak terfokus di Jakarta dan sekitarnya ini bisa tersebar ke seluruh wilayah nusantara karena kita sudah memiliki destinasi yang berskala global,” jelas Sandiaga.

Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko bertujuan untuk meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha yang kondusif secara lebih efektif dan sederhana.

Untuk memastikan konsistensi penerapan standar usaha, wajib dilakukan pengawasan secara rutin oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan, yang dilaksanakan secara terintegrasi, transparan, dan bertanggung jawab.

“Hal-hal yang harus disertifikasi ini ada banyak, mulai dari destinasi, amenitas termasuk hotel, sampai ke restoran, homestay, hingga desa wisata. Jika sampai 10 tahun ke depan bisa mencapai 20% itu sudah luar biasa. Kendalanya sosialisasi, edukasi, implementasi, dan konsistensi, sehingga bisa mencapai target 20%,” ungkapnya.

Penerapan Standardisasi dan Sertifikasi Usaha untuk memitigasi kemungkinan permasalahan yang dapat terjadi selama menjalankan usaha.

Beberapa kasus kecelakaan pada usaha pariwisata belakangan ini di antara penyebabnya adalah standar usaha yang tidak diterapkan sebagaimana mestinya.

Sertifikat standar usaha pariwisata yang diterbitkan Lembaga Sertifikasi (LSPr) Usaha Pariwisata menjadi bukti tertulis penerapan standar usaha oleh pelaku usaha, yang wajib dilaksanakan oleh pelaku usaha dengan tingkat risiko menengah tinggi dan tinggi.

“Akhirnya standardisasi ini bukan hanya perlindungan bagi wisatawan saja, tapi juga untuk para pekerja, pelaku usaha di sektor parekraf sendiri. Jadi, ini perlindungannya untuk semua,” tutur Sandiaga. B

Komentar

Bagikan