Pengadaan suku cadang penerbangan yang seluruhnya tidak ada yang diproduksi di dalam negeri Indonesia dan harus melalui impor menjadi tantangan tersendiri di industri transportasi udara.
Hal itu dibahas Direktorat Kelaikudaraan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) dalam Focus Group Discussion (FGD) – X Situational Awarness dengan tema Melaju Bersama Untuk Peningkatan Keselamaran Transportasi Udara di Wilayah Papua di Hotel Horison Ultima Timika pada 11-12 September 2023.
Tercatat dari sebanyak 10.829 Kode Harmonized System (HS) dan sekitar 5.299 (49%) di antaranya adalah merupakan barang Pelarangan dan Pembatasan (Lartas).
Peraturan terkait dengan Lartas terdapat lima kategori barang aviasi yang msauk dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag), yaitu Permendag Nomor 08 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Bahan Baku Plastik dan Permendag Nomor 09 Tahun 2018 tentang Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Kaca Lembaran.
Selain itu, Permendag Nomor 17 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Barang Modal dalam Keadaan Tidak Baru, Permendag Nomor 18 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Berbasis Pendingin dan Permendag Nomor 22 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi, Baja, Paduan, dan Turunannya.
Dari DKPPU hadir Direktur Bandar Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Syamsu Rizal, Direktur DKPPU Mochamad Mauludin, Kasubdit Operasi Pesawat Udara Capt. Reymon Palapa dan perwakilan dari Direktorat Navigasi Penerbangan, serta Direktorat Keamanan Penerbangan, sedangkan Direktur Jenderal (Dirjen Perhubungan Udara) Kemenhub Maria Kristi Endah Murni memberikan pengarahan secara daring zoom.
Selain itu, hadir juga perwakilan AirNav Indonesia, perwakilan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Kepala Otoritas Bandar Udara (Kaotban) Wilayah IX Sigit Pramono, Kaotban Wilayah X Asep Kosasih.
Ada juga hadir Kepala Bandar Udara (Kabandara) Mozes Kilangin Asep Sukarjo, perwakilan operator penerbangan di Papua, kepala Dinas Perhubungan Pemerintah Kabupaten Mimika dan Kepala Stasiun Badan meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Timika Okto Firdaus.
DKPPU menjelaskan, selain adanya peraturan mengenai barang Pelarangan dan Pembatasan (Lartas), spare part pesawat impor masih dikenakan bea masuk, yaitu dari 472 HS Code.
Sejumlah spare part itu di antaranya 349 HS Code (11.667 Part Numbers) diklasifikasikan bea masuk 0% dan sisanya 123 HS Code ( 22.349 Part Numbers) masih dikenakan bea masuk antara 2.5% sampai dengan 25%.
Menurut Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Mochamad Mauludin, pertemuan FGD ke-10 ini untuk melakukan review kembali terhadap FGD sebelumnya, termasuk mengenai kendalanya dan juga ada isu lain yang harus dibahas atau dicari solusinya.
“Harapannya dari FGD ini dapat meningkatjan kolaborasi antara stakeholders yang terlibat dalam rangka meningkatkan keselamatan dan keamanan penerbangan udara,” kata Mauludin didampingi oleh Kasubdit Operasi Pesawat Udara Capt Reymon Palapa.
Mengenai upaya yang telah dilakukan untuk ketersedian spare part di wilayah Papua, tercatat berdasarkan Surat Menteri Perhubungan Nomor : PR.104/1/1 Phb 2023 tertanggal 15 Mei 2023 kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Mengusulkan pembebasan Lartas atas suku cadang pesawat udara.
Selain itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengusulkan penerapan mekanisme yang mudah dan cepat terhadap pelaksanaan pengurusan pembebasan bea masuk, Pajak Pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) suku cadang pesawat.
Kesemuan itu berpedoman dan tercatat secara resmi pada dokumen manual dari manufaktur pesawat udara melalui Illustrated Part Catalog (IPC) dan/atau Maintenance Manual, serta data pendukung lainnya, seperti Authorized Release Certificate (ARC).
Selain itu, Kemenhub juga mengusulkan adanya peraturan/PMK baru yang mengatur secara khusus impor suku cadang/komponen aviasi terkait dengan mekanisme implementasi bebas bea masuk, PPN dan PPH.
Saat ini, dalam data DKPPU mengenai operator penerbangan yang beroperasi di wilayah Papua untuk periode 2017-2023 adalah Air Operation Certificate (AOC) 121sebanyak 11 operator, AOC 135 ada 18 operator dan Operation Certificate (OC) 91 ada lima operator.
AOC 121sebanyak 11 operator adalah Garuda Indonesia, Lion Air, Batik Air, Wings Air, Trigana Air, Srwijaya Air, Pelita Air Service, Jayawijaya Dirgantara, My Indo Airlines, Tri-MG Airlines dan PT ARGA (Asia Cargo).
Sementara itu, OC 91 ada lima operator, yakni Mission Aviation Fellowship, Adventist Aviation Indonesia, Yayasan Helivida Indonesia, Yayasan Pelayanan Penerbangan Tariku dan Yayasan Jasa Aviasi.
Data AOC 135 yang sebanyak 18 operator di antaranya Intan Angkasa Air Service, Carpediem Aviasi Mandiri, Sayap Garuda Indah, Komala Indonesia, National Utility Helicopters, dan Asian One Air. B