Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno melakukan kick off program Sistem Informasi Prakiraan Cuaca Berbasis Dampak (IBF) di sektor pariwisata.
Dia mengatakan, Sistem Informasi Prakiraan Cuaca Berbasis Dampak (IBF) di sektor pariwisata merupakan bentuk wujud kolaborasi Kemenparekraf dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Sebelumnya, Kemenparekraf bersama BMKG telah menjalin kerja sama melalui Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk pemanfaatan data cuaca yang akurat di sektor pariwisata.
Tahun ini, kolaborasi akan membangun Sistem IBF yang memberikan peringatan dini dan menyoroti dampak positif cuaca bagi pengalaman berwisata.
“Jadi ini akan memudahkan wisatawan dalam mengatur jadwal liburan mereka dengan memperhatikan faktor cuaca,” kata Sandiaga.
Staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi/Plt Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Frans Teguh menuturkan bahwa Labuan Bajo menjadi pilot project pada program ini.
Dia berharap sistem ini akan menjadi salah satu cara dalam memitigasi risiko bencana. “Yang menarik misalnya untuk Labuan Bajo masih kategori kegiatan berwisata risiko tinggi, jadi memang sensitivitas terhadap cuaca menjadi penting.”
Lalu, yang menjadi konsep adalah data, jadi kalau data-data lokal menjadi bagian orkasting ini menarik.
“Tentu kita membutuhkan aspek keselamatan dan kenyaman, jadi ini di atas segalanya pengunjung atau wisatawan akan lebih happy, merasa aman dan mendorong mereka akan selalu datang kembali,” jelas Frans.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan, Sistem IBF di sektor pariwisata merupakan sistem yang tidak hanya menginformasikan prakiraan cuaca, prakiraan suhu udara, akan terjadi hujan atau berawan, prakiraan kecepatan angin, kelembaban udara, tetapi juga akan menginformasikan potensi dampaknya.
“Sistem ini akan memberitahukan apakah akan terjadi kilat petir, apakah akan terjadi puting beliung, apakah akan terjadi longsor, banjir, lalu apa yang harus dilakukan, bagaimana cara menyikapinya. Ini sangat penting bagi wisatawan, karena untuk merencanakan mengunjungi suatu destinasi,” ungkapnya.
Sistem ini dilengkapi dengan ribuan titik pengamatan, puluhan radar, dan satu satelit, sehingga akan lebih akurat dan wisatawan nantinya bisa lebih optimal mengunjungi destinasi wisata.
Kepala Biro Komunikasi I Gusti Ayu Dewi Hendriyani menuturkan, Biro Komunikasi Kemenparekraf siap berkomitmen untuk mendiseminasikan dan menyebarluaskan informasi mengenai Sistem IBF di sektor pariwisata ke berbagai kanal media Kemenparekraf/Baparekraf, serta ke stakeholder parekraf, baik internal maupun eksternal, sehingga dapat dimanfaatkan dalam perencanaan berwisata maupun penyelenggaraan event.
“Kami juga akan mengedukasi masyarakat tidak hanya di lingkungan eksternal tapi juga internal, karena ini sangat penting dipergunakan di kedeputian destinasi terkait resilience atau ketangguhan, juga bagi kedeputian yang mengelola event-event, sehingga nantinya bisa digunakan untuk menyesuaikan dengan data dalam sistem ini untuk menentukan waktu penyelenggaraan event,” kata Dewi. B