Bertahun-tahun Khoe Ribka, CEO & President Director Amos Cozy Hotel terjun di bisnis perhotelan. Optimistis dan komitmen tetap melayani dalam kondisi bisnis seperti apapun, menjadi pijakannya bertahan di industri pariwisata sektor perhotelan ini.
Tidak mudah mengelola hotel ditengah kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, karena usaha harus berhenti selama kurnag lebih enam bulan, ditambah lagi dengan perubahan tatatan baru kehidupan dalam New Normal, yang mengubah cara sikap dan kehidupan di masyarakat. Bahkan, bukan hanya di Indonesia, perubahan tatanan baru ini juga terjadi di seluruh dunia.
Dari awal pandemi Covid-19, sejak bulan Februari 2020 sampai dengan Agustus, bisnis perhotelan tetap jalan, dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, mulai dari kamar tidak boleh penuh 100%, kapasitas ruang pertemuan hanya terpakai 50%, dan restoran juga tidak boleh dipenuhi tamu yang menikmati hidangan. “Jadi kita mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Memang di saat kondisi pandemik, yang kita lakukan tetap inovatif dan kreatif sesuai kondisi New Normal,” ujar Khoe Ribka.
Amoz Cozy Hotel yang merupakan usaha Khoe Ribka berdua dengan kakaknya, mempunyai akronim “Aku Memang Orang Sukses” dengan maksud menginginkan siapa pun yang hadir dan menginap menjadi sukses, dan kata Cozy yang memiliki arti kenyamanan, pengelola ingin menghadirkan rasa nyaman bagi para tamu-tamu hotel dengan layanan one stop service. Hotel yang ada di kawasan Melawai Raya, Jakarta Selatan ini, memiliki 99 kamar, 20 ruang pertemuan, dan setiap ruangan tersebut berbeda, serta tematik.
Usaha hotel yang selama pandemi tidak pernah tutup ini tetap ada pemesanan meski anjlok di bawah 10%. Menurut Khoe Ribka, kondisi bisnis saat pandemi ini benar-benar membuat kondisi bisnis terburuk, sangat berbeda dengan saat krisis ekonomi tahun 1998. “Ini paling parah selama saya berbisnis, nggak pernah stagnan sampai omset dibawah 10% berbulan-berbulan. Tidak pernah dalam kondisi berhenti sama sekali tidak ada kegiatan berbulan-bulan. Kita tunggu, menanti-menanti, menanti mujizat nggak datang-datang,” jelasnya.
Saat kondisi New Normal, upaya promosi pun tetap harus dilakukan, meski sangat terbatas karena dengan menggunakan media cetak untuk berpromosi tidak dapat leluasa. Jadi, memanfaatkan teknologi informasi melalui media sosial menjadi salah satu pilihan. Menurut Khoe Ribka, paling cepat dan paling praktis adalah menggunakan media digital untuk branding produk perusahaan.
Dalam kondisi pandemi Covid-19, ada hikmah yang dapat diambil, yakni percepatan dalam mengelola promosi digital. Semua pakai teknologi, dalam industri. “Paling cepat kita berselancar dengan menggunakan digital di antara pergerakan ekonomi yang berlaku. Tidak hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia,” jelasnya.
Bagaimanapun usaha perhotelan harus tetap operasional dan berkembang, demikian juga jaringan usaha yang berhubungan dengan perhotelan harus ikut tumbuh berkembang, baik itu agen perjalanan dan transportasi, bahkan klien atau pelanggan perhotelan. Media sosial Instagram, facebook, dan media sosial lainnya harus dimaksimalkan untuk tetap eksis mempromosikan semua sektor usaha pariwisata.
Dari mulai pandemi Covid-19, sejak Februari 2020 hingga empat bulan kemudian yang stagnan akhirnya bisnis perhotelan dalam dua bulan terakhir, Juli-Agustus mulai menunjukkan perkembangan yang signifikan. Saat stagnan, kreativitas pengelola perhotelan serasa ditantang.
Memanfaatkan teknologi informasi, Food and Beverage (F&B) hotel menjadi salah satu pilihan untuk tetap eksis memasarkan produk perhotelan, baik itu melalui Youtube atau media sosial lainnya. Konten-konten mengenai kuliner yang dimiliki hotel masih dapat dijual melalui media sosial. Sesuai kondisi New Normal, kita tetap inovatif dan kreatif.
“Saat ini, semua pihak akhirnya harus hidup dan berusaha berdampingan dengan pandemi Covid-19, dengan tatanan baru New Normal. Sektor perhotelan harus jalan terus, itu menjadi perjuangan kita, dan kita tidak sendiri, kondisi ini mendunia,” tutur Khoe Ribka. B