Kemenparekraf Dorong Kebaya Sebagai UNESCO Intangible Heritage Lewat Prosedur Single Nomination

Pakain kebaya dan kain sudah digunakan kaum perempuan Indonesia dalam berbagai kegiatan adat sejak zaman dahulu. (dok. kemenparekraf.go.id)
Bagikan

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) berupaya mendorong dan menguatkan keputusan pemerintah yang telah menyepakati kebaya untuk diusulkan sebagai UNESCO Intangible Heritage atau Warisan Budaya Tak Benda.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Baparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno berupaya menyatakan, usulan tersebut melalui mekanisme single nomination tanpa melibatkan negara-negara lain dalam proses pengajuan.

“Keputusan pemerintah ini didasarkan dari hasil rapat yang dilakukan antara Komisi X DPR, Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan dan Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenko PMK, Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, dan Komunitas Kebaya,” katanya dalam Weekly Brief with Sandi Uno yang berlangsung secara hybrid di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Senin (28/11/2022).

Jadi, lanjut Sandiaga, kebaya tidak lagi kita perlu perdebatkan. Ini tentunya budaya luhur milik anak bangsa dan telah diputuskan untuk menjadi single nomination.

“Dan tentunya kita akan mendorong dan menguatkan agar kebaya diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda milik Indonesia untuk kemajuan pergerakkan ekonomi, dan juga terciptanya peluang usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat kita dalam meningkatkan taraf hidupnya,” jelasnya.

Inkripsi Kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO sendiri dapat dilakukan melalui single nomination dan multi-national (joint) nomination, seperti yang dilakukan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei.

Pada 23 November 2022, keempat negara tersebut telah mendeklarasikan kebaya untuk diajukan ke Intergovernmental Committee Intangible Culture Heritage and Humanity (IGC ICH) UNESCO dan mengajak negara-negara serumpun, termasuk Indonesia untuk bergabung.

Namun, Sandiaga menambahkan, Indonesia memilih untuk menempuh prosedur single nomination, mengingat saat ini Indonesia memiliki satu berkas aktif cycle, yaitu Budaya Sehat Jamu yang akan dibahas dalam IGC ICH UNESCO di 2023.

Sebanyak tiga berkas non-aktif cycle (dokumen berkas pengusulan sudah diterima oleh ICH UNESCO, tapi belum masuk sebagai agenda pembahasan IGC ICH Meeting), yaitu Reog Ponorogo, Tenun dan Tempe.

Masing-masing pengajuan membutuhkan kurang lebih dua tahun sebelum diakui oleh UNESCO.

“Secara prosedur, single nomination tiap negara hanya memiliki kuota sebanyak satu budaya per dua tahun untuk mengajukan pencatatan kebudayaan kita sebagai warisan budaya tak benda,” ungkap Sandiaga.

Mengenai joint nomination, lanjutnya, dapat diajukan oleh dua atau lebih negara secara bersama-sama kepada UNESCO setiap tahun sekali tanpa mengurangi kuota yang dimiliki negara tersebut,” kata Sandiaga.

Indonesia tidak hanya kaya akan alam yang indah, tapi juga budaya dan tradisi.

Sejak tahun 2013 Kemendikbudristek mencatat Indonesia memiliki 1.528 warisan budaya tak benda yang bisa diajukan ke UNESCO, jika semua diusulkan ke UNESCO dibutuhkan 3.000 tahun, karena hanya bisa diakomodir setiap dua tahun.

“UNESCO terus mendorong agar setiap negara mengembangkan status dari warisan budaya tak bendanya, sehingga mereka berkembang dari status negara yang tadinya tidak memiliki kebudayaan yang bisa diangkat, menjadi negara yang berkembang dan cenderung menjadi negara maju,” jelasnya. B

 

 

Komentar

Bagikan