Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) mengajak pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) untuk aktif berperan dalam penanganan sampah makanan (food loss and waste) pada sektor pariwisata.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menyatakan, langkah tersebut dalam upaya mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
“Menjadi komitmen Kemenparekraf/Baparekraf untuk berperan aktif dalam upaya mengatasi isu perubahan iklim,” katanya saat Focus Group Discussion (FGD) Pengelolaan Food Waste Pada Industri Pariwisata di The Patra Bali Resort & Villas, Kamis (7/7/2022).
Sandiaga menjelaskan, salah satunya dengan penyelenggaraan kegiatan FGD Pengelolaan Food Waste pada industri pariwisata yang dilaksanakan dengan berlandaskan pada arahan Presiden Joko Widodo pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Roma, Italia.
Saat itu, lanjutnya, Indonesia melalui G20 ingin menjadi contoh dalam mengatasi perubahan iklim dan mengelola lingkungan secara berkelanjutan dengan tindakan nyata.
“Hari ini kita memulai suatu langkah baru secara betul-betul all out, kita totalitas untuk menangani pariwistaa yang berkelanjutan,” ungkapnya.
Kemenparekraf, Sandiaga menambahkan, berupaya untuk mengatasi perubahan iklim yang berasal dari Food Loss and Waste (FLW) dengan seluruh stakeholder industri pariwisata melalui inovasi, adaptasi, dan kolaborasi.
Berdasarkan data dari The Economist Intelligence, tercatat Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sampah makanan terbesar di dunia, selain Arab Saudi dan Amerika Serikat.
Catatan tersebut juga didukung dari hasil kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan sejumlah lembaga mengenai hasil studi komprehensif terkait dengan FLW di Indonesia pada tahun 2021.
Menurut kajian tersebut, sampah makanan yang terbuang di Indonesia sejak tahun 2000 hingga tahun 2019 mencapai 23 juta ton hingga 48 juta ton per tahun atau setara 115 kg sampai dengan 184 kg per kapita per tahun.
Besarnya intensitas makanan yang terbuang menjadi sampah tentu berdampak terhadap beberapa sektor seperti ekonomi, sosial, dan lingkungan. Akibat sampah makanan ini negara setidaknya mengalami kerugian ekonomi yang mencapai Rp213 triliun hingga Rp551 triliun per tahun atau setara dengan 4% sampai dengan 5% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
“Dengan penanganan sampah makanan kita menginginkan bisa mengatasi masalah masyarakat yang mulai terbebani masalah ekonomi. Kalau dilihat sangat ironis, harga cabai mahal, bahan maknanan mahal, tapi kita buang-buang di sini. Jadi, harus ada perubahan perilaku,” tuturnya.
Sandiaga berharap melalui FGD ini akan menciptakan solusi dan langkah menangani food loss and waste pada industri pariwisata.
“Saya juga berharap seluruh stakeholder di industri pariwisata, yang terdiri dari pelaku usaha pariwisata, khususnya pelaku usaha hotel, restoran dan kafe, pemerintah, akademisi, media hingga Lembaga Swadaya Masyarakat berperan dalam upaya penanganan food loss and waste di Indonesia,” tuturnya. B