Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menyatakan setuju jika status dan segala ketentuan tentang ojek online (ojol), termasuk soal kesejahteraan pengemudi ojol, diatur dalam landasan hukum setingkat Undang-Undang (UU).
“Satu usulan yang baik agar landasan UU itu dibuat, kami setuju untuk diberlakukan, kami juga sangat concern dengan apa yang dimintakan oleh para ojol,” katanya di Gedung DPR/MPR/DPD, Jakarta.
Menurut Menhub, perlu ada ketentuan dalam UU mengenai perlindungan dan kesejahteraan para pengemudi ojol, karena saat ini jumlah kendaraan ojol sangat banyak dan mempengaruhi transportasi umum dan konektivitas masyarakat.
“Apa (pendapatan ojol) yang didapat itu memang sangat dibutuhkan keluarganya. Bahkan ada mereka-mereka yang disabilitas, kami apresiasi,” ujarnya.
Menhub menjelaskan, akan bekerja sama dengan DPR untuk mengevaluasi ketentuan di UU yang bisa mengakomodasi kebutuhan para pengemudi ojol.
Saat ini, Undang – Undang Nomor 22 tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) belum mengatur tentang penggunaan kendaraan roda dua sebagai sarana transportasi umum untuk mengangkut penumpang maupun barang.
Aturan terkait kendaraan roda dua saat ini hanya diatur dalam ketentuan setingkat peraturan menteri adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019.
Sebelumnya, ribuan masa pengemudi ojol melakukan aksi unjuk rasa di Jakarta. Hingga sore hari, ribuan massa ojol memblokade Jalan Budi Kemuliaan arah Jalan Merdeka Selatan dan Monumen Nasional.
Aksi tersebut untuk menyampaikan beberapa tuntutannya kepada perusahaan maupun pemerintah, dengan menamakan diri Asosiasi Pengemudi Transportasi Daring Roda Dua Nasional Garda Indonesia yang diikuti 500 orang hingga 1.000 orang.
Salah satu tuntutan massa adalah pemenuhan status hukum ojol dengan adanya kedudukan hukum (legal standing) berupa Undang – Undang.
Legal standing tersebut diperlukan agar perusahaan aplikator tidak berbuat semaunya terhadap mitra ojol dan kurir. B