PT Kereta Api Indonesia (KAI) terus berupaya meningkatkan keselamatan di perlintasan sebidang.
Upaya yang KAI lakukan untuk mewujudkan hal tersebut di antaranya dengan menutup sejumlah perlintasan sebidang.
Pada tahun 2024 hingga Juli, KAI telah menutup 127 perlintasan sebidang.
Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 Pasal 2, perlintasan sebidang yang tidak memiliki Nomor JPL, tidak dijaga, dan/atau tidak berpintu yang lebarnya kurang dari 2 meter harus ditutup atau dilakukan normalisasi jalur kereta api.
Sementara itu, selama periode tahun 2020 hingga Juni 2024, KAI telah melakukan penutupan perlintasan sebidang liar dan rawan sebanyak 1.305 titik.
Vice President Public Relations KAI Anne Purba mengatakan, KAI terus berupaya menutup perlintasan sebidang yang tidak memenuhi regulasi.
Pasalnya, perlintasan sebidang menjadi salah satu titik rawan terjadi kecelakaan lalu lintas.
”Sebelum pelaksanaan penutupan, tim KAI telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitarnya,” jelasnya.
Upaya penutupan perlintasan sebidang ilegal ini sejalan dengan aturan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 pasal 5 dan 6.
Keberadaan perlintasan sebidang di sebagian tempat melewati pemukiman warga dan daerah industri, sehingga rawan terjadi kecelakaan temperan.
Dalam kurun empat tahun terakhir (2020 – Juni 2024), terjadi banyak kecelakaan di perlintasan sebidang jalur kereta api yang merenggut korban manusia secara signifikan, yaitu sebanyak 1.353 kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang, dengan korban meninggal dunia sejumlah 395 orang, luka berat sejumlah 285 orang, dan luka ringan sejumlah 413 orang.
Anne menuturkan, setidaknya terdapat empat dampak kecelakaan di perlintasan sebidang kereta api, yakni sebagai berikut:
1. Korban jiwa: Timbulnya korban jiwa meninggal dunia, luka berat dan luka ringan dari petugas, penumpang, serta pengguna jalan.
2. Kerusakan sarana kereta api: Kerusakan lokomotif, kereta dan gerbong.
3. Kerusakan prasarana kereta api: Kerusakan rel, bantalan, jembatan dan alat persinyalan.
4. Gangguan perjalanan kereta api dan pelayanan: Keterlambatan kereta api, penumpukan penumpang, pengalihan ke moda transportasi lain (overstappen).
Adapun upaya lain yang KAI lakukan untuk peningkatan keselamatan pada perlintasan sebidang dalam kurun waktu tahun 2020 hingga tahun 2024 di antaranya sosialisasi keselamatan dengan melibatkan dishub, railfans, dan masyarakat, memasang 1.553 spanduk peringatan di perlintasan rawan, serta menertibkan 646 bangunan liar di sekitar jalur KA.
Selain itu, KAI juga mengusulkan pembuatan perlintasan tidak sebidang kepada pemerintah, yaitu dengan membangun flyover atau underpass, serta melakukan perawatan dan perbaikan peralatan di perlintasan sebidang.
“Kami harap seluruh unsur masyarakat dan pemerintah bersama-sama peduli terhadap keselamatan di perlintasan sebidang. Diimbau untuk selalu berhati-hati dan mematuhi seluruh rambu-rambu yang ada saat berkendara melintas perlintasan sebidang kereta api,” tutur Anne.
Pada saat ini, terdapat 4.254 titik perlintasan sebidang yang terdiri dari titik perlintasan terjaga sebanyak 1.799 (42%) dan titik perlintasan yang tidak terjaga sebanyak 2.455 (58%). B