
Konektivitas jalan tol bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan kawasan ekonomi di beberapa kabupaten dan kota yang tidak bersinggungan langsung dengan Jalan Tol Trans Sumatra.
Konektivitas antarwilayah ditingkatkan dengan cara pembangunan insfrastruktur.
Pembangunan infrastruktur menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, mempermudah akses ke kawasan wisata, mendongkrak lapangan kerja dan mengakselerasi perekonomian rakyat (Machus, 2014).
Konektivitas secara sederhana dapat diartikan sebagai kemampuan untuk terhubung dan berinteraksi dengan perangkat atau jaringan lain.
Menelusuri Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) berbeda dengan Jalan Tol Trans Jawa (JTTJ). Kepadatan penduduk di Jawa menyebabkan sepanjang perjalanan akan menemui areal persawahan dan pemukiman penduduk.
Lain halnya di JTTS, yang ditemui adalah areal perkebunan, seperti karet, tebu, sawit, jagung, sedangkan pemukiman penduduk nampak dari kejauhan, juga sebagian rawa – rawa. Sepanjang mata memandang, nuasa hijau masih terasa.
Pembebasan lahan membangun JTTS lebih mudah ketimbang JTTJ. Tidak banyak pemukiman yang tergusur, bahkan dapat dikatakan sangat minim sekali. Sebagian besar lahan non permukiman, sehingga proses pembebasan relatif lebih cepat.
Selain itu Right Of Way (ROW) Jalan Tol Trans Sumatera cukup lebar, masih memungkinkan untuk membangun jaringan jalan rel, sehingga nanti ada kemungkinan angkutan barang bisa beralih ke jalan rel, mengurangi beban jalan tol.
Kemudian, ke depan harapannya akan terjadi pengembangan wilayah dengan terbentuknya kota – kota baru akan tumbuh di sekitar Gerbang Tol. Bahkan, kawasan ekonomi baru akan terbentuk.
Kondisi Terkini JTTS
Data PT Hutama Karya (2025), menunjukkan kondisi pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) hingga Februari 2025.
Ruas Tol yang sudah beroperasi adalah Sigli – Banda Aceh (48.5 km), Binjai – Tanjung Pura (38.3 km), Pekanbaru-Bangkinang – Koto Kampar (55.4 km), Kisaran – Indrapura (48 km), Pekanbaru – Dumai (131 km), dan TB Penanjung – Bengkulu (17 km).
Selain itu, Terbanggi Besar – Pematang Panggang – Kayu Agung (189 km), Palembang – Indralaya (22 km), Indralaya – Prabumulih (64,5 km), dan Bayung Lencir – Tempino (33.6 Km).
Ruas tol yang alami divestasi, yaitu Ruas Tol Bakauheni – Terbanggi Besar (141 km) dan Medan – Binjai (17 km).
Divestasi adalah pelepasan atau pengurangan Penyertaan Modal pada Investsi baik yang dilakukan secara langsung maupun melalui pasar modal.
Sementara itu, ruas tol yang sedang konstruksi adalah Bypass Pekanbaru – Juction Pekanbaru sepanjang 30 km (lahan 59,15% dan konstruksi 44,94%), Betung – Tempino – Jambi sepanjang 135,5 km (lahan 43,7% dan konstruksi 18,2%), serta Palembang – Betung sepanjang 69 km (lahan 72,9% dan konstruksi 53,06%).
Jaringan Konektivitas
Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) merupakan proyek infrastruktur strategis yang memainkan peran vital dalam meningkatkan konektivitas di Pulau Sumatra.
Sebagai jalur utama yang menghubungkan berbagai provinsi, JTTS tidak hanya mempercepat mobilitas barang dan orang, tetapi juga menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi regional.
Jaringan konektivitas pada Jalan Tol Trans Sumatra dapat dilihat pada jalan tol Palembang – Betung dan rencana Jalan Tol Pelabuhan Panjang – Lematang.
Sesuai hasil kajian untuk Ruas Jalan tol Palembang – Betung (Kapal Betung) sepanjang 69,19 km dapat (1) menghemat waktu tempuh sampai dengan 60,5% dan jarak tempuh hingga 18,7% dan (2) mempercepat waktu tempuh perjalanan antar kabupaten/kota, sebelum adanya jalan tol di Jalan Lintas Timur Sumatra.
Selain itu, (3) mengurangi dan mengurai kemacetan, di saat arus puncak seperti lebaran, dapat terjadi kemacetan lebih dari 23 km dan (4) adanya tol Kapal Betung meminimalisir adanya pemungutan ilegal yang terjadi di Jalan Lintas Timur.
Sementara itu, untuk Jalan Tol Pelabuhan Panjang – Lematang sepanjang 11,74 km sesuai kajian akan (1) menghemat waktu tempuh sampai dengan 76,44% dan jarak tempuh hingga 38,80% dan (2) membuka aksesibilitas yang lebih baik ke kawasan – kawasan industry, sehingga memungkinkan distribusi barang dan bahan baku menjadi lebih lancar dan efisien.
Ada juga (3) perluasan jalur JTTS ke Provinsi Lampung bagian barat akan mendorong beberapa kawasan ekonomi di beberapa kabupaten, seperti Lampung Barat, Tanggamus, Pringsewu dan Pesisir Barat menjadi lebih maju.
Kabupaten Lampung Barat sebagian besar didorong oleh sektor pertanian. Daerah ini dikenal sebagai salah satu lumbung padi di Provinsi Lampung. Selain padi, komoditas pertanian lain yang menjadi andalan adalah kopi, karet, kelapa sawit dan lada.
Kabupaten Tanggamus memiliki beberapa hasil bumi yang cukup melimpah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tanggamus, beberapa hasil bumi utama di daerah ini, seperti hasil pertanian (padi, jagung, ubi kayu dan kacang tanah).
Selain itu, hasil Perkebunan (karet, kelapa dan cokelat), hasil peternakan (sapi, kerbau, kambing dan ayam), hasil perikanan (ikan laut dan ikan air tawar) dan hasil kehutanan, seperti rotan dan bambu.
Kabupaten Pringsewu memiliki beberapa hasil bumi yang cukup melimpah. Beberapa di antaranya tanaman pangan (padi, jagung, ubi kayu, dan kacang tanah, dengan luas lahan sawah mencapai 13.559 hektare atau 21,69% dari total luas Kabupaten Pringsewu).
Hortikultura, yakni sayur – sayuran, buah – buahan, dengan luas lahan mencapai 8.174 hektare. Perkebunan, seperti kopi, kakao, kelapa, kelapa sawit, dan karet, dengan luas lahan mencapai 23.529,75 hektare.
Perikanan, seperti ikan mas, ikan lele, ikan gurame, ikan nila dan ikan patin, dengan luas lahan mencapai 830,56 hektare. Peternakan, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, ayam buras, ayam petelur, dan ayam pedaging.
Kabupaten Pesisir Barat memiliki beberapa hasil bumi yang cukup melimpah. Berikut beberapa di antaranya hasil pertanian (padi, jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau.
Hasil Perkebunan (karet, kelapa, kopi, kakao, kelapa sawit). Hasil perikanan, yakni ikan laut (ikan tenggiri, ikan kuwe, ikan layang), ikan air tawar (ikan mas, ikan lele, ikan gurame), udang, lobster dan kerang.
Hasil peternakan (sapi, kerbau, kambing, domba, ayam ayam buras, ayam petelur, ayam pedaging). Hasil kehutanan (kayu jati, kayu mahoni, rotan, bambu, getah perca, getah karet, getah pinus).
Hasil tambang (batu granit, pasir, batu kapur. Kabupaten Pesisir Barat juga memiliki potensi wisata yang cukup besar, termasuk wisata pantai, wisata alam, dan wisata budaya.
Hasil pertanian dari beberapa kabupaten di Provinsi Lampung akan lebih mudah diangkut ke Banten dan Jabodetabek dengan menggunakan jaringan konektivitas Jalan Tol Trans Sumatra.
Kesiapan Ruas Fungsional
Musim mudik Lebaran 2025 di Jalan tol Trans Sumatra (JTTS) menyiapkan tiga ruas tol fungsional, yaitu Ruas Tol Palembang – Betung Seksi Rengas – Pangkalan Balai sepanjang 33,625 km (Provinsi Sumatra Selatan), Sigli – Banda Aceh Seksi 1 sepanjang 23,955 km (Provinsi Aceh) dan Padang – Sicincin sepanjang 35,9 km (Provinsi Sumatra Barat).
Ruas tol fungsional tidak beroperasi 24 jam seperti halnya ruas tol yang sudah berbayar. Namun, dimulai jam 06.00 hingga jam 18.00 sejumlah personal dan armada disiapkan, seperti mobil ambulance, mobil derek, mobil pengawalan, kendaraan operasional tol.
Pada ruas tol Palembang – Betung disediakan rest area mini dengan kelengkapan kendaraan operasional tol, toilet portable/mobile, Gerai BBM Kemasan, pos kesehatan, dan pos pengamanan.
Kecepatan kendaraan d tol fungsional juga dibatasi maksimal 40 km per jam. Pengguna tol fungsional hendaknya tetap harus berhati – hati tidak menginjak pedal gas di atas kecepatan yang diijinkan, rawan kecelakaan.
Jangan disamakan dengan jalan tol yang sudah beroperasi penuh. Jangan sampai euforia dengan kecepatan tinggi karena situasi kondisi untuk jalan belum sempurna. (Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat)