
Perlu dibentuk Satgas Darurat Keselamatan Transportasi Darat (Ketua TNI), contoh penanganan Covid-19, ditetapkan melalui Instruksi Presiden (Inpres).
Anggaran Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) juga jangan dipangkas demi efisiensi anggaran.
Pada tahun 2022, sebanyak 5.936 orang meninggal dalam kecelakaan truk besar dan 161.000 orang mengalami luka.
Sebesar 70% korban meninggal dalam kecelakaan truk besar adalah penumpang kendaraan lain, 19% adalah penumpang truk dan 11% adalah bukan penumpang.
Sebagian besar kecelakaan fatal truk besar terjadi di jalan pedesaan dan di jalan raya antarkota. Faktor yang menyebabkan kecelakaan truk, antara lain melebihi batas kecepatan, mengemudi secara agresif dan menyalip mobil yang lebih lambat,
Sementara itu, pada tahun 2024, terjadi 13.452 kecelakaan bus, di antaranya 171 kecelakaan berakibat fatal, sedangkan kecelakaan bus umumnya disebabkan oleh kesalahan pengemudi.
Pengemudi bus harus memiliki keterampilan yang diperlukan untuk mengemudikan bus besar.
Disamping itu, kecelakaan truk dan bus di jalan raya yang kerap dinilai terjadi akibat kelalaian dalam persiapan kendaraan.
Selain kompetensi pengemudi, kondisi kendaraan yang kurang terawat membuat kecelakaan yang melibatkan angkutan barang terus terjadi.
Kejadian – kejadian ini mencerminkan lemahnya tata kelola dan kurangnya upaya perbaikan yang seharusnya dilakukan pemerintah.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh KNKT terhadap beberapa kejadian kecelakaan sejak tahun 2015 hingga sekarang, terutama yang melibatkan angkutan umum baik angkutan orang maupun angkutan barang, terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan.
Faktor – faktor yang terjadi antara lain kondisi kendaraan yang kurang laik, faktor kelelahan pengemudi, faktor kesehatan pengemudi dan faktor pembinaan dan penindakan.
Sebagai upaya untuk menghindari dan mencegah kecelakaan dengan penyebab yang sama terulang di masa yang akan dating, KNKT memberikan beberapa rekomendasi peningkatan keselamatan kepada Kementerian Perhubungan sebagai regulator di bidang keselamatan transportasi berikut ini.
Pertama, pemeliharaan dan perbaikan kendaraan. (a) Menyusun regulasi yang mewajibkan setiap Perusahaan angkutan umum memiliki dan menjalankan program pemelihraan terutama yang berkaitan dengan aspek keselamatan, seperti pengereman.
Program pemeliharaan dapat dikembangkan berdasarkan manual pemeliharaan, manual kelistrikan, manual pengoperasian, standar otomotif, dan/atau hasil analisis engineering yang disesuaikan dengan kondisi operasional dabn kondisi geografis masing – masing daerah.
(b) Menjadikan riwayat pemeliharaan dan perbaikan yang dijalankan dalam program pemeliharaan sebagai persyaratan administrasi saat dilakukan pengujian berkala, sehingga menjadi pemicu bagi operator angkutan umum untuk menjalankan program pemeliharaan dan perbaikan secara baik.
(c) Program pemeliharaan sarana pada moda transportasi penerbangan, kereta api dan kapal adalah mandatory, terutama untuk safety items, sedangkan pada moda transportai darat belum diatur.
Kedua, pengaturan jam kerja dan istirahat pengemudi. (a) Pembatasan jam kerja dan istirahat pengemudi pada moda transportasi darat yang tertuang dalam Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dna Angkutan Jalan hanya mengatur jam kerja dan istirahat pengemudi dalam rentang waktu harian.
Belum ditemukan pembatasan jam kerja, jam mengemudi serta istirahat pengemudi dalam rentang waktu mingguan, bulanan, tahunan sebagaimana berlaku pada transportasi lain (moda udara, moda laut dan moda kereta api).
Oleh karena itu, perlu disusun aturan pembatasan jam kerja, jam mengemudi serta istirahat pengemudi baik dalam jangka harian, mingguan, bulanan dan tahunan dengan mengimplementasikan Fatigue Manajement System, sehingga dapat mengelola risiko kelelahan pada pengemudi yang berpotensi menyebabkan microsleep ataupun acute fatigue.
(b) Meningkatkan pembinaan (perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan) terhadap para operator terkait implementasi pengawasan jam kerja, jam mengemudi dan libur mengemudi sesuai aturan yang ditetapkan.
Ketiga, standarisasi Medical Check Up (MCU) untuk kesehatan fisik dan mental.
(a) Temuan KNKT di lapangan, kondisi kesehatan pengemudi sangat berpengaruh terhadap kinerja mengemudi seseorang.
Saat ini, sebagian besar para pengemudi belum menerapkan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari – hari dan sebagian besar pola kerja yang diterapkan menganggu pola tidur, ritme alami tubuh (ritme sirkadian) yang dalam waktu lama akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan pengemudi.
Selain itu, KNKT belum menemukan adanya standarisasi MCU terkait pemeriksanan kesehatan fisik dan mental pengemudi, untuk menjamin kinerja pengemudi tetap handal saat di jalan raya.
Oleh karena itu, KNKT merekomendasikan agar Kementerian Perhubungan Menyusun aturan yang mewajibkan setiap operator untuk melakukan MCU secara berkala terhadap para pengemudinya dengan standarisasi yang ditetapkan.
(b) Pada moda penerbangan, kereta api dan kapal, jika hasil MCU dinyatakan tidak fit to work, maka license, sementara tidak aktif sampai hasil MU nya dinyatakan sehat.
(c) Berdasarkan hasil penelitian kesehatan pengemudi oleh KNKT bersama Universitas Gajah Mada (UGM) dan Pertamina Patra Niaga, didapati lebih dari 50% hasil MCU pengemudi tidak fit untuk pengemudi.
Untuk itu, KNKT merekomendasikan agar pengemudi dapat melakukan MCU dengan fasilitas BPJS minimal satu kali dalam satu tahun.
Keempat, peningkatan pembinaan dan penindakan. Temuan investigasi di lapangan kurang efektifnya implementasi regulasi yang ada dalam mencegah kecelakaan berulang adalah karena kurang optimalnya pembinaan (perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan) dan penindakan terhadap pelanggaran di lapangan.
Terdapat beberapa temuan terkait pembinaan dan penindakan terhadap pelanggaran aturan antara lain (a) masih banyaknya angkutan umum baik angkutan orang dan angkutan barang yang tidak mempunyai izin yang sah tetap beroperasi di jalan raya.
(b) Masih banyaknya angkutan umum baik angkutan orang dan angkutan barang yang tidak melakukan uji berkala tetap beroperasi di jalan raya.
(c) Belum adanya aturan turunan dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor yang mengatur tentang Pedoman dan Tata Cara Pengujian Berkala berpotensi menyebabkan perbedaan persepsi, metoda pengujian, standar pengujian dari masing – masing daerah dalam implementasi aturan yang ada.
(d) Permasalahan konsistensi dalam pembinaan dan penindakan terhadap kendaraan yang Over Dimension Over Loading (ODOL).
Rekomendasi
Dalam menyikapi hal di atas, KNKT merekomendasikan berikut ini. Pertama, meningkatkan pembinaan (perencanaan, pengaturan, pengendalian, pengawasan) dan penindakan terhadap kegiatan angkutan orang dan angkutan barang yang tidak memiliki izin resmi, serta mendelegasikan sebagian kewenangan pembinaan dan penindakan di daerah terhadap kegiatan angkutan orang dan angkutan barang yang tidak memiliki izin resmi.
Kedua, peningkatan pembinaan dan penindakan terhadap setiap pemilik kendaraan wajib uji berkala yang tidak melaksanakan uji berkala, (c) Menyempurnakan dan menyusun aturan turunan dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor yang mengatur tentang Pedoman dan Tata Cara Pengujian Berkala sebagaimana diamanahkan dalam pasal 13.
(d) Menginisiasi pembentukan forum khusus pemberantasan ODOL yang melibatkan seluruh lembaga/kementerian yang terkait di bidang keselamatan jalan, infrastruktur jalan, keamanan, hukum, perindustrian, sosial, perdagangan, politik, dan perekonomian.
Dibentuk Satgas Darurat Keselamatan Transportasi Darat (Ketua TNI), contoh penanganan Covid 19, ditetapkan melalui Inpres. (Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat)