BPKH Kaji Pengembangan Lahan dan Bandara Alternatif di Arab Saudi

Bandara Internasional King Abdul Aziz di Jeddah, Arab Saudi. (dok. mediacenterhaji)
Bagikan

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengkaji pengembangan lahan dan bandara alternatif di Arab Saudi sebagai langkah untuk mewujudkan ibadah haji yang lebih terjangkau.

“Untuk mengatasi masalah ini, tercetus ide mengembangkan lahan dan bandara alternatif, apalagi jika ternyata ada miqat (lokasi berganti kain dan niat berihram yang dekat),” ujar Anggota Bidang Investasi Surat Berharga dan Emas, serta Analisis Portofolio BPKH Indra Gunawan dalam keterangannya di Jakarta.

Menurutnya, faktor utama yang membuat durasi jamaah calon haji Indonesia di tanah suci begitu lama hingga 40 hari adalah panjangnya waktu tunggu keberangkatan dan kepulangan.

Pasalnya, lanjutnya, infrastruktur yang tersedia terbatas di Bandara Jeddah dan Madinah, padahal harus bergantian menunggu slot kedatangan/kepulangan jamaah negara lain.

Sementara itu, slot dan infrastruktur adalah kewenangan pihak GACA (General Authority of Civil Aviation) Arab Saudi.

Dengan lamanya masa tinggal di Arab Saudi itu berpengaruh pada biaya penyelenggaraan ibadah haji, sehingga pengurangan masa tinggal menjadi salah satu opsi sesuai dengan rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Haji DPR 2025.

“Selain itu, tantangan lain juga muncul akibat aksesibilitas lebih dari 17.000 pulau dan 75.000 desa di Indonesia, serta 719 bahasa yang berbeda, serta tingginya jumlah jamaah yang tidak memiliki akses keuangan memadai,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan M. Mauludin menambahkan, bandara yang tengah dikaji ini hanya memiliki dua runway dengan kapasitas terbatas.

Selain itu, bandara yang dimaksud hanya mampu menampung ratusan penumpang per jam, sehingga untuk kelaikudaraan bandara dan terminal haji ini perlu investasi lanjutan.

Rencana jangka pendek yang diusulkan adanya gagasan untuk optimalisasi bandara eksisting di Arab Saudi dengan sebelumnya berkonsultasi intens bersama Presiden, Kementerian/Lembaga dan juga BUMN, serta stakeholder terkait.

“Semua itu juga untuk mengalihkan sebagian jamaah haji Indonesia ke sana, sehingga mengurai titik konsentrasi tidak hanya bandara di Jeddah dan Madinah,” ungkapnya.

Mengenai kebutuhan jangka panjang, harus ada investasi bagi pembangunan bandara, terminal, rumah sakit dengan kapasitas dan fasilitas yang lebih optimal.

Adanya ketersediaan terminal akan dapat mengurai durasi dan mobilisasi, serta meringankan konsentrasi tenaga dan layanan kesehatan yang memadai untuk mendukung kebutuhan medis jamaah calon haji lansia.

Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu (SIHDU) Ramadhan Harisman menuturkan, alternatif lahan dan bandara baru dianggap memiliki posisi strategis sebagai zona hub pelaksanaan haji di masa mendatang.

Dia meyakini bahwa dengan dibukanya opsi lahan yang memiliki bandara dan miqat yang dekat ini, durasi haji bisa dipangkas menjadi lebih singkat.

“Jadi, berpotensi juga mengurangi biaya transportasi, konsumsi dan akomodasi yang pada akhirnya dapat menurunkan biaya dan layanan haji yang lebih efektif dan efisien,” jelasnya. B

Komentar

Bagikan