Trans Semarang Targetkan Pendapatan Rp40,5 Miliar pada Tahun 2025

Angkutan Trans Semarang. (dok. semarangkota.go.id)
Bagikan

Badan Layanan Umum (BLU) Trans Semarang menargetkan bisa meraup pendapatan dari pelayanan moda transportasi umum tersebut sebesar Rp40,5 miliar pada 2025, atau naik dari target sebelumnya sebesar Rp37 miliar.

Kepala BLU Trans Semarang Haris Setyo Yunanto optimistis bahwa target pendapatan sebesar itu pada tahun ini bisa tercapai.

Menurutnya, pendapatan terbesar selama ini berasal dari pembayaran tiket penumpang yang rata – rata mencapai Rp2,3 mliar hingga Rp2,5 miliar per bulan.

“Justru penyumbang pendapatan terbanyak itu dari tiket. Rata-rata untuk tiket sendiri kami bisa sampai Rp2,3 miliar sampai dengan Rp2,5 miliar per bulan,” katanya.

Sumber pendapatan lain, dia menambahkan, berasal juga dari retribusi iklan atau reklame, baik di armada maupun di titik – titik yang sudah disiapkan oleh BLU Trans Semarang.

“Kalau untuk reklame memang paling besar potensinya di armada. Kan karena iklan berjalan, daripada yang ada di halte,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, sebenarnya pihaknya telah melakukan kajian dan membuat paket secara rinci mengenai pemasangan iklan di halte yang menjadi potensi retribusi.

“Kami sudah bikin paket, bahkan rinci. Sebenarnya di halte itu per titik per ruang itu kami siap, kami kaji supaya menjadi potensi retribusi. Cuma ya, karena minat lebih besar di armada,” tuturnya.

Dia mengakui, target pendapatan pada tahun 2024 sebesar Rp37 miliar hanya tercapai Rp34 miliar, karena dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti musim hujan menyebabkan banjir di beberapa ruas jalan.

“Terus, yang kedua itu perbaikan jalan. Ini juga nuwun sewu agak mengganggu. Kemudian, tarif sendiri, karena ada perbedaan dua pedoman yang sangat berpengaruh ke pendapatan,” jelasnya.

Haris menyatakan bahwa aset armada BLU Trans Semarang terbagi dua, yakni bus milik pemerintah dan bus milik konsorsium.

Pada tahun lalu, lanjutnya, memakai dua acuan tarif, yakni untuk bus pemerintah mendasarkan pada peraturan daerah, sedangkan untuk konsorsium memakai kajian.

“Yang mana tarif di perda itu setengahnya dari tarif konsorsium dan harapannya di tahun ini untuk 2025 kami sedang usulkan agar tarif perda disesuaikan dengan tarif kajian,” ujarnya. B

Komentar

Bagikan