Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus berkomitmen dalam memberikan pelayanan jasa transportasi yang prima bagi masyarakat.
Salah satu aspek yang diatur dalam standar pelayanan minimal adalah aspek kenyamanan yang di dalamnya terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada sarana dan prasarana transportasi publik.
Oleh karena itu, Badan Kebijakan Transportasi (Baketrans) Kementerian Perhubungan menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Pada Sarana Dan Prasarana Transportasi Umum pada Kamis (25/7/2024).
Kepala Pusat Kebijakan Lalu Lintas dan Angkutan Transportasi Perkotaan Marwanto Heru mengatakan, pemerintah telah menetapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok untuk melindungi seluruh masyarakat dari bahaya asap rokok melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Melalui undang-undang tersebut dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, telah diamanatkan adanya tujuh tatanan Kawasan Tanpa Rokok, angkutan umum dan lingkungannya menjadi salah satu tempat yang ditetapkan untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok,” ujarnya.
Adapun data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan tahun 2019 menyebutkan, saat ini di Indonesia secara nasional 80,6% perokok masih merokok di dalam gedung/ruangan yang menyebabkan 75,5% orang terpapar asap rokok di dalam ruangan tertutup.
Data dari Global Youth Tobacco Survey tahun 2020 mengungkapkan bahwa 67,2% penduduk Indonesia terpapar asap rokok di ruang publik.
“Melihat kondisi tersebut dan sebagai tindak lanjut dalam pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Badan Kebijakan Transportasi saat ini tengah menyusun kebijakan berupa Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok pada Sarana dan Prasarana Transportasi Umum,” ungkap Heru.
Pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada sarana dan prasarana transportasi umum akan memberikan banyak manfaat baik bagi masyarakat, khususnya pengguna jasa transportasi.
Lebih lanjut Heru menyampaikan bahwa efektivitas peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), ditentukan dengan adanya dukungan dan komitmen dari semua pihak, dalam hal ini Baketrans melaksanakan kolaborasi pentahelix dengan para pengambil kebijakan, baik di tingkat pusat maupun daerah dalam menjalankan perannya melaksanakan analisis dan rekomendasi kebijakan.
Kepala Bagian Hukum, Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Israfulhayat menjelaskan, ruang lingkup pengaturan dalam pedoman ini akan mencakup larangan pada sarana dan prasarana transportasi, penetapan KTR dan sarana prasarana yang dikecualikan.
Selain itu, standar yang harus dipenuhi oleh sarana prasarana transportasi yang memiliki ruang tertutup dan terbuka (kapal), sanksi dan denda terhadap pelanggaran yang dilakukan, serta pengawasan yang dilakukan terhadap penyelenggara transportasi dalam melaksanakan kebijakan KTR pada sarana prasarana transportasi.
Hadir sebagai narasumber, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menuturkan, sarana prasarana transportasi umum adalah pelayanan/jasa yang berbasis keamanan, keselamatan dan kenyamanan, sehingga diperlukan beberapa review regulasi terhadap penegakan kawasan tanpa asap rokok di sarpras transportasi umum, baik di udara, darat dan laut.
“Kawasan Tanpa Rokok itu ada dua kategori, mutlak dan parsial, KTR di transportasi umum itu seharusnya bersifat mutlak, dimana tidak boleh ada smoking room, khususnya di dalam angkutan umumnya,” tutur Tulus.
Sementara itu, Pengawas Utama International Safety Management Code PT Pelni Rochman Hardi Prasetio menjelaskan, telah ada kebijakan dan regulasi internal yang menaungi himbauan larangan merokok di atas kapal.
“Nakhoda, ABK dan seluruh penumpang yang ada di atas kapal dilarang merokok di dalam ruangan-ruangan kapal, tak terbatas pada daerah ruangan seperti anjungan, kamar ABK, kamar kelas, dan kabin penumpang,” katanya.
Selain itu, Engine Control Room (ECR), ruang mesin, hall, dapur, station bunker, ruang emergency accu dan generator, ruang makan, car deck (jika ada), palka, area kandang (jika ada), serta ruangan kapal lainnya.
Kegiatan FGD ini diharapkan dapat memperkaya masukan dari Masyarakat dan stakeholders untuk penyempurnaan kebijakan kawasan tanpa rokok pada sarana dan prasarana transportasi umum, serta mewujudkan komitmen dalam meningkatkan kenyamanan dan memberikan pelayanan jasa transportasi yang terbaik bagi masyarakat.
Turut hadir dalam FGD, Wakil Ketua Forum Transportasi, Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, Sekjen DPP Organda, dan Kepala Terminal Pulo Gebang. B