BisKita Trans Depok akan mulai beroperasi 15 Juli 2025 melayani sepanjang 34 kilometer (km) dan melintasi 45 pemberhentian dari Terminal Margonda (Kota Depok) menuju Stasiun LRT Harjamukti dan sebaliknya.
Diharapkan dengan adanya BisKita Trans Depok dapat menambah keinginan warga menggunakan transportasi publik.
BisKita adalah program pembenahan angkutan umum yang digagas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek tahun 2021 setelah melihat kondisi angkutan umum berbasis jalan di Bodetabek yang memprihatinkan.
Angkot yang beroperasi di Bodetabek usianya rata-rata di atas 10 tahun, diperkirakan makin meredup dan makin dijauhi penumpang.
Dari delapan pemda di wilayah Bodetabek (Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi), hingga tahun 2024 baru dua pemda yang akan dilayani angkutan umum BisKita.
Trans Pakuan di Bogor (Desember 2021), Trans Patriot di Bekasi (Maret, 2024) dan Trans Depok di Depok (Juli 2024). Kota Tangerang dengan APBD telah lebih dulu memiliki layanan angkutan umum TAYO.
Pernah beroperasi sebelum pandemi Trans Anggrek di Kota Tangerang Selatan, sayangnya tidak berlanjut hingga sekarang.
Akses Kawasan Hunian
Data dari Badan Pengelola Taperum yang dihimpun Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (April 2024), di Bodetabek, ada 1.951 kawasan perumahan.
Sebanyak 128 lokasi (6,5%), termasuk kategori kawasan perumahan kelas atas yang tidak diberikan layanan angkutan umum subsidi.
Perumahan kelas atas tersebut tersebar di Kabupaten Bekasi 23 lokasi, Kabupaten Bogor (5 lokasi), Kabupaten Tangerang (45 lokasi), Kota Bekasi (8 lokasi), Kota Bogor (3 lokasi), Kota Depok (1 lokasi), Kota Tangerang (10 lokasi), dan Kota Tangerang Selatan (32 lokasi). Kawasan perumahan kelas atas sebagian sudah dilayani JR Connection (JRC).
Sebanyak 11 kawasan perumahan kelas atas sudah dilayani JRC. Sisanya, 117 kawasan perumahan kelas atas secara bertahap segera dilayani JRC hingga bisa dituntaskan tahun 2026. Tahun 2024 (40 perumahan), tahun 2025 (40 perumahan) dan tahun 2026 (37 perumahan).
Di samping itu, masih ada 1.817 perumahan di Bodetabek yang harus mendapat layanan angkutan umum. Sekitar lebih dari 95% kawasan perumahan di Bodetabek tidak memiliki akses layanan transportasi umum.
Kawasan perumahan itu tersebar di Kabupaten Bekasi sebanyak 667 kawasan perumahan, Kabupaten Bogor (511 kawasan perumahan), Kabupaten Tangerang (395 kawasan perumahan), Kota Bekasi (56 kawasan perumahan), Kota Bogor (33 kawasan perumahan), Kota Depok (38 kawasan perumahan), Kota Tangerang (31 kawasan perumahan), dan Kota Tangerang Selatan (93 kawasan perumahan).
Tempat tinggal sebagai bangkitan perjalanan tidak dilayani angkutan umum. Beban masyarakat, khususnya generasi muda, saat ini cukup berat dalam menjangkau hunian.
Selain harus membeli rumah yang harganya semakin mahal, juga harus membeli kendaraan bermotor. Pasalnya, kawasan perumahan yang ditempati tidak memiliki fasilitas transportasi umum menuju tempat kerja.
Perumahan menjadi kurang layak huni jika tidak diimbangi akses transportasi. Dirancang tidak lebih dari 500 meter dari hunian sudah mendapatkan layanan angkutan umum.
Sebelum era 1990-an, pemerintah menerapkan kebijakan pembangunan kawasan perumahan diimbangi ada layanan transportasi umum, seperti angkutan kota, bus umum atau bus DAMRI.
Namun, saat ini, layanan angkutan kota ke permukiman itu kian terkikis (bahkan sudah banyak yang hilang), meskipun kawasan perumahan itu masih tetap ada.
Subsidi Operasional
Pembenahan angkutan umum perkotaan tahun ini dengan APBN sudah ada di 14 kawasan perkotaan. Dari 416 Kabupaten dan 98 Kota di Indonesia dengan APBN dan alokasi APBD (sembilan kota dan sembilan provinsi) yang baru terealisasi (masih kurang dari 5%).
Kabupaten Bogor memilik APBD tertinggi, yakni Rp10 triliun. Diikuti Kabupaten Tangerang Rp7,68 triliun, Kabupaten Bekasi Rp7,37 triliun, Kota Bekasi Rp6,3 triliun, Kota Tangerang Rp5,38 triliun, Kota Tangerang Selatan Rp4,5, Kota Depok Rp4,2 triliun, dan Kota Bogor Rp3,10 triliun.
Dilihat dari angka APBD Pemda di Bodetabek terbilang cukup tinggi dibanding Kota Padang Rp2,5 triliun yang mengalokasikan operasional Bus Trans Padang enam koridor sebesar Rp40 triliun.
APBD Kota Pekanbaru Rp2,83 triliun (alokasi Trans Metro Pekanbaru Rp34,2 miliar), APBD Kota Semarang Rp5,46 triliun (alokasi Trans Semarang Rp250 miliar), APBD Kota Surakarta Rp2,23 triliun (alokasi Batik Solo Trans Rp15 miliar), APBD Kota Banjarmasin Rp2,6 triliun (alokasi Trans Banjarmasin Rp7,4 miliar).
Bis Listrik Perumahan
Sebanyak 552 bus listrik dipesan Kemenperin dari Program Insentif Kendaraan Listrik sebesar Rp12,3 triliun.
Bus tersebut dapat diberikan untuk dioperasikan di 1.824 perumahan kelas menengah dan bawah di awasan Bodetabek dalam upaya mengisi kekosongan layanan angkutan umum di kawasan perumahan.
Langkah awal sudah dilakukan, tetapi masih perlu upaya lain mencari pendanaan pengoperasian angkutan umum selain APBN/APBD, seperti tarif penumpang dan iklan, Pajak Kendaraan Bermotor, retribusi parkir, Tanggung Jawab Lingkungan Sosial (TJLS) BUMN, Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan swasta, alokasi angkutan pelajar dari Dana Pendidikan, Dana Alokasi Khusus (DAK) Angkutan Darat.
Membenahi angkutan umum jangan berhenti hanya di Kementerian Perhubungan. Keikutsertaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Dalam Negeri diperlukan.
Alokasi anggaran dari Kementerian Keuangan untuk keberlangsungannya dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK) juga dinilai penting. Harus ada dana khusus dari pemerintah. Namun, sebelum itu daerah harus berupaya terlebih dahulu.
Provinsi Daerah Khusus Jakarta dapat memberikan subsidi layanan angkutan di wilayah Bodetebek sebagaimana disebutkan dalam Pasal 24 ayat 2 (f) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta, menyebutkan pemberian subsidi layanan angkutan umum lintas daerah Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi secara proporsional.
Kelembagaan dan Pendanaan
Kelembagaan untuk mengelola angkutan di Bodetabek perlu diperhatikan. Agar lebih memudahkan pengelolaan dan mencari sumber pendanaan dapat dibuat dalam bentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Dengan adanya BLUD pengelolaan dapat lebih dimudahkan. Jika ada bantuan armada bus dari pihak luar dapat segera dioperasikan. Tentunya dimulai dalam bentuk UPT (Unit Pelaksana Teknis) di bawah Dinas Perhubungan.
Demikian pula jika ingin mengelola angkutan bagi karyawan sejumlah perusahaan swasta dapat dilakukan. Perusahaan akan lebih hemat menyediakan fasilitas angkutan umum ketimbang memberikan uang transportasi ke setiap individu karyawan.
Selain juga untuk mengurangi kemacetan yang kerap terjadi di sekitar pintu keluar masuk pabrik akibat banyaknya pegawai perusahaan yang menggunakan sepeda motor.
ASN dapat dikelola untuk menjadi penumpang tetap BisKita. Tidak harus setiap hari, tetapi dari instansi yang ada dapat diatur secara bergiliran pada hari kerja. Tarif khusus dapat diberikan bagi kelompok lansia, pelajar/mahasiswa, disabilitas, veteran.
Masih perlu upaya lain lagi, yakni mencari pendanaan (funding) pengoperasian angkutan umum selain APBN/APBD, seperti pengenaan tarif penumpang dan iklan, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), retribusi parkir, TJLS BUMN, CSR perusahaan swasta, alokasi angkutan pelajar dari Dana Pendidikan, Dana Alokasi Khusus (DAK) Angkutan Darat dari Kementerian Keuangan.
DAK baru bisa diusulkan awal tahun 2025. Tahun 2024 masih fokus transportasi perairan dan daerah 3TP. (Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat)