Kerja sama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag) sepakat akan mendampingi 3.000 desa wisata mengajukan sertifikasi halal.
BPJPH Kemenag memberi peringatan kepada pelaku usaha makanan dan minuman yang belum mendaftarkan produknya untuk diverifikasi halal.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno membuka kick off kerja sama Kemenparekraf dengan BPJPH Kemenag untuk pengajuan sertifikasi halal desa wisata di Indonesia.
“WHO 2024 tentunya dengan kolaborasi bersama BPJPH, kami siap mengakselerasi halal produk makanan dan minuman di 3.000 desa wisata seperti yang sudah tercatat oleh Jadesta,” katanya dalam The Weekly Brief with Sandi Uno, baru-baru ini.
Ketua BPJPH Kemenag Muhammad Aqil Irham menegaskan bahwa para pelaku usaha produk makanan dan minuman untuk mengurus sertifikasi halal untuk produk mereka sebelum 17 Oktober 2024.
Dia mengingatkan ada sanksi berat menanti para pelaku yang terlambat atau sengaja melalaikan kewajibannya untuk mengurus sertifikasi halal.
Sebelumnya, Aqil dan BPJPH sering kali menyampaikan bahwa ada dua sanksi utama dalam regulasi tersebut, yaitu peringatan tertulis dan penarikan produk dari peredaran. Namun, ada satu lagi sanksi yang jauh lebih berat daripada dua sanksi sebelumnya.
“Sanksi yang paling berat adalah produk-produk tersebut akan ditinggal oleh konsumen. Ini adalah sanksi yang paling berat karena saat ini konsumen menganggap halal itu sebagai gaya hidup dan halal itu sudah menjadi tren global,” jelas Aqil.
Dia menambahkan bahwa menurut hasil riset dari stakeholder di aspek halal BPJPH, generasi milenial sudah menjadikan halal sebagai suatu gaya hidup yang menentukan keputusan mereka dalam membeli suatu produk.
“Pertimbangan pertama (milenial) dalam konsumsi produk adalah halal atau tidak halal. Baru yang nomor dua adalah harga, kemudian yang ketiga itu adalah rasa,” tutur Aqil.
Menparekraf juga mengapresiasi BPJPH yang telah berusaha berkolaborasi dalam rangka mengimplementasikan Peraturan Pemerintah soal Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di desa wisata.
Dia menuturkan bahwa usaha ini akan memperkuat posisi Indonesia sebagai destinasi wisata ramah muslim di dunia.
Sementara itu, Direktur Tata Kelola Destinasi Florida Pardosi menyatakan, Direktorat Tata Kelola Destinasi telah menyampaikan sekitar 3.989 atau hampir 4.000 desa wisata yang sudah diverifikasi di Jadesta yang setelah itu akan dicarikan pendamping P3H (Pendamping Proses Produk Halal) oleh BPJPH.
Florida juga menyampaikan bahwa pemilihan 3.000 desa wisata ini dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan P3H dari BPJPH dan berharap dengan kolaborasi ini bisa meningkatkan kepercayaan konsumen.
Selain itu, lanjutnya, meningkatkan kesadaran konsumen atas kesehatan dan keamanan pangan, membuka peluang kerja sama dengan mitra-mitra strategis, serta tentunya dapat menjangkau wisatawan yang lebih luas.
“Hal ini sejalan dengan tujuan Kemenparekraf yang membidik posisi pertama dalam hal destinasi wisata muslim dunia. Sebelumnya, pada 2023 Indonesia menempati posisi pertama dalam Global Muslim Travel Index,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sandiaga mengungkapkan bahwa kementeriannya telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif, terutama pelaku usaha makanan dan minuman, yang terdaftar untuk mengurus sertifikasi mereka ke BPJPH sebelum ambang batas pendaftaran 17 Oktober 2024.
“Kami terus berkomitmen dengan mengirimkan surat edaran kepada seluruh pelaku parekraf untuk patuh terhadap tahap pertama (pendaftaran sertifikasi halal) ini,” ujarnya.
BPJPH tengah menjalankan regulasi wajib halal untuk makanan dan minuman tahap pertama yang sudah diluncurkan sejak 17 Oktober 2023.
Tahap pertama tersebut akan disusul dengan wajib sertifikasi halal untuk bidang produk lain.
Kewajiban sertifikasi halal tersebut sesuai dengan amanat Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 dan Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. B