Ditjen Hubla Tingkatkan Kesadaran Wreck Removal Insurance dan Protection

Saat workshop "Ship Insurance Liability Based International Provisions" bagi seluruh Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut di Batam. (dok. hubla.dephub.go.id)
Bagikan

Menjadi salah satu negara yang lalu lintas lautnya padat, kasus kecelakaan atau insiden kapal di Indonesia masih acapkali terjadi.

Kecelakaan tersebut menimbulkan risiko, salah satunya adalah keberadaan kerangka kapal dan muatannya.

Akibatnya, kelancaran aktivitas pelayaran terhambat serta membahayakan aspek keselamatan dan keamanan pelayaran.

Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Jon Kenedi mengungkapkan, upaya penanganan kerangka kapal yang mengalami musibah di laut harus segera dilakukan karena dapat menimbulkan persoalan lanjutan yang berisiko bagi keselamatan dan keamanan pelayaran. Untuk itu, lanjutnya, pemberlakuan asuransi penyingkiran kerangka kapal (wreck removal) wajib diberlakukan.

“Perlu adanya jaminan asuransi atau kerja sama dengan perusahaan asuransi yang memiliki dasar hukum yang sah sebagaimana diatur dalam Konvensi Internasional Nairobi tentang Penyingkiran Kerangka-Kapal, 2007, yang mengatur kewajiban asuransi penyingkiran kerangka kapal (wreck removal),” ungkap Jon Kenedi.

Urgensi tersebut yang mendasari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) c.q. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) menggelar Workshop Ship Insurance Liability Based International Provisions bagi seluruh Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut di Batam.

Jon Kenedi menjelaskan, pembekalan ini diperlukan untuk mempersiapkan langkah percepatan penanganan kerangka kapal di wilayah kerja masing-masing.

“Terutama dari sisi pembiayaan oleh pihak asuransi kapal (wreck removal insurance) dengan waktu yang terukur, yaitu paling lama 180 hari kalender sejak kapal mengalami kecelakaan,” ungkapnya.

Seperti diketahui, Wreck Removal Insurance merupakan asuransi yang memberikan perlindungan dari risiko kewajiban biaya atas penyingkiran kerangka kapal (wreck removal) oleh otoritas pelabuhan yang dapat diperluas dengan risiko tanggung jawab pencemaran polusi.

Penyingkiran kerangka kapal yang dimaksud termasuk kewajiban atas biaya-biaya dan pengeluaran-pengeluaran untuk pengangkatan, pemindahan, penghancuran, pengapungan atau penandaan bangkai kapal atau kargo milik tertanggung, peralatan atau harta benda yang berada atau dibawa di atas kapal itu.

Namun, dengan ketentuan bahwa tertanggung diwajibkan secara hukum untuk melakukan operasi atau menanggung biaya-biaya tersebut.

Jon Kenedy menegaskan bahwa percepatan penyelesaian penanganan kerangka kapal ini dapat berimplikasi dengan kepentingan-kepentingan lainnya.

“Prinsipnya, kita harus tetap mengedepankan aspek keselamatan dan keamanan pelayaran, perlindungan lingkungan maritim serta kelancaran aktivitas pelayaran sebagai pendukung moda transportasi laut untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat,” tegasnya. B

Komentar

Bagikan