Masih tingginya musibah kecelakaan di perlintasan sebidang cukup memprihatinkan. Dipertimbangkan memasang videotron di perlintasan padat lalu lintas.
Videotron tersebut menayangkan sosialisasi dan bahaya pelanggaran di perlintasan sebidang. Agar masyarakat mau tertib berlalu lintas saat melintas di perpotongan sebidang.
Sekarang, hampir semua jaringan rel di Pulau Jawa sudah jalur ganda (double track) dan laju KA makin meningkat, sekarang sudah mencapai 120 km per jam di jalur lurus.
Sebanyak 87% kecelakaan masih terjadi di perlintasan sebidang. Oleh sebab itu, harus lebih sungguh-sungguh mengelola perlintasan sebidang.
Kejadian tiga kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang dalam sehari (Selasa, 18 Juli 2023) yang melibatkan KA Brantas relasi Jakarta – Blitar dengan truk trailer di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Selain itu, KA Kuala Stabas dengan truk bermuatan tebu relasi Tanjung Karan – Baturaja di Desa Blambangan Pagar, Kecamatan Blambangan, Kabupaten Lampung Utara, Lampung dan KA Sri Bilah Utama dengan minibus Nissan Jukedi di KM 02+800 relasi Rantauprapat – Medan, Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, kian menguatkan bahwa pelintasan sebidang memang sangat membahayakan.
Kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang mengingatkan kita untuk memprioritaskan perjalanan kereta api. Sebab, laju ular besi ini tidak bisa diberhentikan mendadak.
Selain itu, moda kereta api mengangkut ratusan orang yang bisa berdampak fatal apabila mengalami gangguan perjalanan.
Perjalanan kereta api tetap didahulukan sebelum memberikan prioritas lain, yaitu kendaraan pemadam kebakaran yang sedang menjalankan tugas, ambulan mengangkut orang sakit dan kendaraan untuk memberikan pertolongan kecelakaan lalu lintas.
Ada juga ketentuan kendaraan kepal negara atau pemerintahan asing yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, konvoi pawai atau kendaraan orang cacat, dan kendaraan yang penggunaannya hanya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.
Kendaraan presiden sekalipun harus berhenti bila melewati perlintasas sebidang dan ada kereta yang hendak lewat.
Kereta yang sedang melaju tidak bisa seketika berhenti. Berdasarkan uji coba, kereta dengan bobot antara 280 ton hingga 350 ton yang melaju dengan kecepatan 45 km per jam, membutuhkan jarak berhenti setelah pengereman sepanjang 130 meter.
Jarak berhenti tersebut akan semakin menjauh jika kecepatan kereta lebih tinggi. Misalnya, kereta dengan bobot yang sama akan melaju 120 km per jam membutuhkan jarak berhenti sampai 860 meter.
Regulasi
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, menyebutkan perlintasan harus dibuat tidak sebidang. Kecuali dapat menjamin keselamatan dan kelancaran kereta api dan lalu lintas jalan, Perlintasan harus berizin dari pemilik prasarana.
Apabila tidak ada izin, harus ditutup dan yang menutup perlintasan adalah pemerintah atau pemeirntah daerah (pemda). Secara bertahap dibuat tidak sebidang, yang sebidang harus ditutup.
Pasal 114 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan, Pengemudi Kendaraan wajib (1) berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain; (2) mendahulukan kereta api dan (3) memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api disebutkan bahwa pemakai jalan wajib mendahulukan kereta api.
Regulasi ini menyebutkan, palang pelintasan pada perpotongan sebidang berfungsi untuk mengamankan perjalanan kereta api dan bukan mengamankan pengguna jalan.
Jika terjadi kecelakaan pada pelintasan ini, hal itu bukan kecelakaan perkeretaapian, melainkan kecelakaan lalu lintas jalan. Maka dari itu, setiap pengguna jalan wajib mematuhi semua rambu-rambu di perpotongan sebidang untuk menjaga keamanan kereta api dan lalu lintas jalan.
Pasal 110 ayat (4) di aturan yang sama menyebutkan, pintu perlintasan untuk mengamankan perjalanan kereta api, bukan sebagai pengaman pengguna jalan.
Sementara pada pasal 296 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp750.000.
Selanjut terkait dengan perlintasan kereta api, pasal 110 Peraturan Pemerintah Nomor 72, menyebutkan pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan yang selanjuntya disebut dengan perpotongan sebidang yang digunakan lalu lintas umum atau lalu lintas khusus pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan keteta api.
Pemakai jalan wajib mematuhi semua rambu-rambu jalan di perpotongan sebidang. Dalam hal terjadi pelanggaran yang menyebabkan kecelakaan, maka hal itu bukan merupakan kecelakaan perkeretaapian.
Pintu perlintasan pada perpotongan sebidang berfungsi untuk mengamankan perjalanan kereta api.
Berdasarkan PM 94 Tahun 2018, terdapat 5.051 perlintasan sebidang yang terdiri dari 1.302 dijaga, 3.121 tidak dijaga, dan 628 liar.
Hasil validasi mendapatkan hasil 4.292 perlintasan sebidang yang terdiri 1.499 dijaga (35%), 1.756 tidak dijaga (41%) dan 1.037 liar (24%).
Berdasarkan Lampiran I PM 94 maupun hasil validasi di lapangan menunjukkan bahwa Sebagian besar perlintasan sebidang saat ini tidak dijaga.
Data terkini kecelakaan perkeretaapian sebanyak 65% tertemper, 29% anjlok, 3% kebakaran KA dan 3% tabrakan KA.
Kondisi perlintasan sebidang di Indonesia bervariasi, seperti lengkung, tanjakan/turunan, lebih dua jalur KA, perkereasan tidak laik, dekat stasiun/emplesemen. Dengan kondisi seperti ini kerap menimbulkan kemacetan dan kecelakan lalu lintas.
Data kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang (PT KAI, 2023), selama empat tahun terakhir sejak 2019, jumlah kecelakaan di perlintasan sebidang dijaga sejumlah 138 lokasi. Tahun 2019 sebanyak 43 lokasi, tahun 2020 (34 lokasi), tahun 2021 (30 lokasi) dan tahun 2022 (31 lokasi).
Selain itu, kejadian kecelakaan di perlintasan tidak dijaga sebanyak 1.004 lokasi, mengalami penurunan kejaidan setiap tahun. Tahun 2019 di 366 lokasi, tahun 2020 (233 lokasi), tahun 2021 (241 lokasi), dan tahun 2022 (164 lokasi).
Jumlah korban kecelakaan di perlintasan sebidang dalam empat tahun terakhir, sejak 2019 hingga Desember 2022, yang meninggal berjumlah 318 orang. Tahun 2019 sebanyak 120 orang, tahun 2020 (55 orang), tahun 2021 (67 orang), tahun 2022 (76 orang).
Sementara yang luka berat sebanyak 467 orang. Tahun 2019 berjumlah 115 orang, tahun 2020 (58 orang), tahun 2021 (57 orang), tahun 2022 (257 orang), sedangkan yang mengalami luka ringan.
Kondisi perlintasan sebidang sekarang ini berupa perlintasan berpintu dijaga oleh swadaya masyarakat, dijaga dinas pehubungan, dijaga PT KAI, perlintasan liar, perlintasan tidak dijaga di bawah flyover, perlintasan tidak berpintu dijaga oleh masyarakat.
Teknologi Level Crossing
Penanganan teknis di perlintasan sebidang, misalnya dengan perkerasan pracetak, menggunakan komponen beton (concreate) pracetak (precast) untuk uerlintasan.
Keunggulan sistem beton pracetak adalah (1) efisien, (2) material beton dengan mutu yang baik, lebih kuat, tahan lama, tahan aus, dan minim perawatan (maintenance), (3) dirancang dengan sistem knock down.
Ada pula dengan perkerasan sintetis. Komponen terbuat dari senyawa daur ulang polyolefin yang diperkuat serat kelebihan. Kelebihan dari penggunaan ini adalah pemasangan yang cepat dan masa layan yang lama.
Selain itu, beberapa lokasi perlintasan sebidang di Provinsi Jawa Timur menggunakan EWS (Early Warning System).
Suatu sistem peringatan/deteksi dini pada perlintasan sebidang untuk mendeteksi kedatangan kereta berupa sirine dan lampu peringatan. Dirancang untuk meningkatkan keselamatan pengguna jalan, terutama pada perlintasan sebidang yang tidak berpintu.
Pengguna Jalan dan Videotron
Kecelakaan kereta api yang terjadi di Semarang, Lampung dan Kisaran pada Selasa (18/7/2023) tidak terlepas dari perilaku pengguna jalan. Ketiganya terjadi karena pengguna jalan tidak mematuhi aturan yang berlaku.
Untuk menghindari bahaya kecelakaan lalu lintas di pelintasan sebidang adalah mematuhi aturan lalu lintas. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat juga dinilai perlu terus dilakukan sebagai bentuk pencegahan.
Perlu pertimbangan memasang videotron yang menunjukkan kejadian dan bahaya akibat melanggar aturan di pelintasan sebidang supaya masyarakat yang melihat mengetahui risiko yang akan mereka tanggung kalau melanggar.
Di sisi lain, pemerintah daerah juga diharapkan bisa menyusun rencana aksi keselamatan daerah. Dalam program itu, bisa disusun rencana-rencana berikut anggaran untuk mendukung peningkatan keselamatan masyarakat.
Hal ini termasuk membuat jalan atau jalur layang supaya tidak ada lagi pelintasan kereta api sebidang, terutama di titik-titik yang rawan kecelakaan.
(Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI Pusat)