Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut kembali berencana penetapan alur pelayaran masuk di Pelabuhan Pulau Bunyu.
Kasubdit Penataan Alur dan Perlintasan Ihsan Hendrasta menyatakan, rencana tersebut dalam rangka mendukung percepatan mobilitas logistik barang dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, khususnya wilayah di Kalimantan Utara (Kaltara).
”Dengan dasar itu, kami Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melakukan survei hidro-oseanografi yang dilaksanakan oleh Distrik Navigasi Kelas III Tarakan di wilayah perairan Pelabuhan Pulau Bunyu,” ujarnya saat membacakan sambutan Direktur Kenavigasian dalam acara Focus Group Discussion (FGD) rencana penetapan alur pelayaran masuk Pelabuhan Pulau Bunyu di Bogor, Selasa (15/11).u
Menurut Ihsan, maksud dari survei tersebut tentu agar pelabuhan ini dapat difungsikan secara efektif dan untuk kelancaran transportasi laut di Pelabuhan Pulau Bunyu.
“Wilayah kepulauan memang memiliki tantangan tersendiri dalam pembangunan, membangun konektifitas antarwilayah baik daratan maupun kepulauan,” katanya.
Pelabuhan Bunyu terletak di Kabupaten Bulungan Provinsi Kaltara, dengan luas pulau sekitar 198 km².
Saat ini, Pelabuhan Pulau Bunyu menjadi salah satu prasarana transportasi di Kalimantan Utara yang bisa diandalkan, tapi selama ini masyarakat di Pulau Bunyu menggunakan dermaga milik PT Pertamina, dengan kondisi pelabuhan sangat terbatas, terutama untuk akses kapal angkutan barang.
Selain itu, Pulau Bunyu masuk ke dalam kategori pelabuhan laut, dengan hirarki sebagai pelabuhan pengumpul dan pelabuhan ini akan melayani kegiatan bongkar muat barang dan penumpang.
Spesifikasi pelabuhan ini meliputi dermaga, trestle, casway dan reklamasi untuk kebutuhan fasilitas kantor dan terminal penumpang.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pemerintah mempunyai kewajiban untuk menetapkan koridor alur-pelayaran, menetapkan sistem rute, menetapkan tata cara berlalu linta, dan menetapkan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya.
“Sejatinya penataan alur-pelayaran sudah selayaknya dilaksanakan untuk segera ditetapkan agar memperoleh alur-pelayaran yang ideal dan memenuhi berbagai aspek kepentingan keselamatan dan kelancaran bernavigasi, serta melindungi kelestarian lingkungan maritim,” tutur Ihsan.
Dia menambahkan, alur-pelayaran harus ditetapkan dengan batas-batas yang ditentukan secara jelas berdasarkan koordinat geografis dan dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran.
Alur-pelayaran juga perlu dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk pelayaran, serta diumumkan melalui maklumat pelayaran maupun berita pelaut indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Kasubdis Info Nautika Disnautika Pushidorsal (Pusat Hidrografi-Oseanografi TNI AL) Letkol Laut (P) Dhony Agies menjelaskan, maanfaat alur pelayaran di antaranya memberikan jaminan keselamatan navigasi pelayaran, menjaga kelestarian lingkungan maritim dan serta mendukung kegiatan perekonomian.
Di Pulau Bunyu, lanjutnya, memiliki panjang alur 300 meter, lebar 200 meter dan kedalaman 5 meter hingga 15 meter, memiliki sistem rute dua arah, terdapat SROP Tarakan dan tidak berada dalam area konservasi.
“Selain itu, pemanfaatan penggambaran alur masuk pelabuhan pada peta laut dapat menjamin keselamatan kapal, mendukung pengguna jasa maritim, meningkatkan konektivitas pelayaran, serta kelancaran arus barang guna mengurangi disparitas harga barang pokok,” ungkapnya. B