Pengerukan di pelabuhan merupakan kegiatan yang tidak dapat dihindari guna mendukung keselamatan, keamanan pelayaran dengan membangun dan memelihara alur pelayaran dan kolam pelabuhan, serta kepentingan lainnya dengan desain yang telah ditetapkan dalam Rencana Induk Pelabuhan.
Oleh karena itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengatur tata cara untuk mengoptimalkan material hasil pengerukan di pelabuhan menjadi potensi manfaat secara ekonomi.
Menurut Direktur Kepelabuhanan Subagiyo, yang diwakili oleh Ciptadi Diah Prihandoyono selaku Kasubdit Pengerukan dan Reklamasi Direktorat Kepelabuhanan, tata cara optimalisasi pemanfaatan ini diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 10 Tahun 2022 tentang Prosedur Optimalisasi Material Hasil Pekerjaan Pengerukan.
“Dilakukan Bimtek dalam rangka untuk memberikan pemahaman terkait dengan prosedur optimalisasi material hasil pekerjaan pengerukan di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan, serta di wilayah perairan TERSUS,” katanya dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Prosedur Optimalisasi Material Hasil Pekerjaan Pengerukan Tahun Anggaran 2022 di Jakarta, Senin (24/10/2022).
Ciptadi Diah menjelaskan, pekerjaan pengerukan merupakan pekerjaan merubah bentuk dasar perairan untuk mencapai kedalaman dan lebar yang dikehendaki atau untuk mengambil material dasar perairan yang digunakan dalam rangka menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran atau untuk keperluan tertentu.
“Dilakukan pengerukan dalam rangka membangun dan memelihara alur-pelayaran dan kolam pelabuhan, serta kepentingan lainnya dengan desain yang telah ditetapkan dalam Rencana Induk Pelabuhan atau RIP,” jelasnya.
Material hasil pengerukan umumnya dibuang atau ditempatkan pada suatu area tertentu (dumping area) yang telah ditetapkan lokasinya sesuai dokumen lingkungan yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang.
“Dalam konteks ini, optimalisasi material hasil pengerukan akan dimanfaatkan untuk kepentingan lain atau digunakan dan/atau dipindahtangankan,” ujarnya.
Pemanfaatan material hasil pekerjaan pengerukan memiliki dua jenis pelaksanaan, yaitu menggunakan pendanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Non Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
“Material hasil kegiatan pengerukan akan dinilai oleh penilai pemerintah atau penilai publik untuk mendapatkan nilai yang wajar dan untuk pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak atau retribusi daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tuturnya.
Hasil material dari kegiatan pengerukan bisa ditempatkan di lokasi penempatan material hasil keruk atau dioptimalkan untuk digunakan, seperti untuk diperjualbelikan, dihibahkan atau untuk pekerjaan reklamasi.
“Penyelenggaraan bimtek ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada peserta terkait dengan prosedur optimalisasi material hasil pekerjaan pengerukan tersebut,” tegasnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran juga telah diatur bahwa setiap awak kapal wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapal.
Begitu juga dengan kewajiban setiap kapal untuk memenuhi persyaratan perlengkapan pencegahan pencemaran oleh sampah.
Berbagai regulasi pun telah diterbitkan pemerintah, salah satunya Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Lainnya.
Kemudian, ada juga Keputusan Presiden No. 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, serta mendukung kebijakan nasional menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka harus menjadi kewajiban bersama untuk memberikan perhatian khusus terhadap pengelolaan sampah mulai dari hulu sampai hilir yang bermuara ke laut. B